Ingin menjadi penulis tetapi malas menulis? Memang banyak sebab seseorang jadi malas menulis. Diantaranya karena faktor tidak memiliki mood baik, kurangnya niat menjadi seorang penulis dan ada pula yang karena mengalami kekecewaan. Misalnya, kecewa tulisan ditolak atau yang paling menyakitkan itu ketika tulisan yang Anda tulis dibajak teman sendiri atau dibajak orang lain.
Ketika seorang penulis malas menulis karena alasan buku di bajak salah satu jalan keluar jika niat Anda ingin menjadi penulis sudah bulat, maka Jangan Berhenti Menulis. Sekalipun rasa malas menulis luar biasa, maka lawanlah. Sepertinya itulah yang juga saya rasakan. Memang sulit melawan diri sendiri, bagaimanapun diri sendirilah adalah pahlawan sekaligus musuh.
Dibutuhkan mentalitas yang kuat jika ANda ingin menjadi penulis. Menjadi penulis itu tidak sekedar tulisan dimuat disurat kabar, atau tulisan sekali atau dua kali diterbitkan di penerbit buku. Penulis yang baik itu, ketika menghadapi pengalaman pahit sekalipun, tidak gentar untuk menulis lagi dan lagi.
Jangan dikira penulis-penulis yang memiliki jam terbang tinggi tidak pernah merasakan malas menulis. Mereka juga ada fase dimana malas menulis.
Bedanya mereka diam dan melawan rasa malas tersebut, dan tetap menulis hingga melahirkan karya-karya lagi. Mungkin tidak selalu dalam bentuk buku atau dipublikasi di surat kabar lokal maupun nasional. Tetapi juga bisa kok ditulis di blog pribadi sendiri.
Nah, pada kesempatan kali ini ada beberapa alasan seseorang malas menulis. Dimana alasan tersebut sebagai pembelaan untuk tidak produktif menulis. Apa saja itu? Berikut ringkasan yang saya amati selama berkecimpung di dunia tulis menulis.
Daftar Isi Artikel
Tidak Memiliki Bakat Menulis
Alasan pertama yang paling saya dengar mereka malas menulis adalah karena tidak memiliki bakat. Masak sih menulis itu karena bakat? Memang ada yang mempercayai bahwa menulis itu dibutuhkan bakat. Tapi bagi saya pribadi lebih percaya bahwa menulis itu adalah skill. Setidaknya ini memberikan harapan kepada calon penulis di luar sana yang merasa tidak memiliki bakat.
Menulis itu hanya membutuhkan skill. Dimana skill itu bisa dipelajari dan bisa dilatih. Ketika sudah terlatih, menulis akan terasa mudah dan cepat seperti kita ngomong dalam sehari-hari. Atau bahkan lebih lancer menulis daripada berbicara.
Malas menulis karena tidak memiliki bakat menulis itu seperti hangat-hangat tai ayam. Punya keinginan tetapi malas melakukan. Banyak loh yang ngaku ingin menjadi penulis. Tetapi sebatas “ingin” saja. Realitas di lapangan, mereka tidak pernah berlatih. Padahal kunci sukses menjadi penulis adalah latihan dan jam terbang.
Ironisnya lagi, akibat anggapan bahwa menulis itu sebuah bakat. Banyak pula orang di luar sana yang rela membeli tulisan, membeli buku atau membeli jurnal untuk kepentingan tersendiri. Mereka merasa tidak memiliki bakat sehingga, menjadikan itu sebagai alasan untuk mengambil keputusan secara instans.
Tidak Tahu Bagaimana Cara Menulis
Alasan malas menulis yang kedua yang barangkali kamu rasakan juga adalah tidak tahu bagaimana cara menulis. Tidak dapat dipungkiri jika teknik dan cara menulis itu penting. Tetapi ada yang lebih penting dari itu semua. Yaitu keberanian untuk bagaimana mencoba menulis dengan caranya sendiri-sendiri.
Banyak calon penulis pemula yang bingung mencari cara menulis seperti penulis si A, B dan C. Padahal bagi saya, setiap penulis satu dan penulis yang lain memiliki cara, gaya dan teori menulis sendiri-sendiri.
Ketika kita mengikuti model yang sama dengan penulis yang lain, maka sama saja tulisan kita tidak memiliki daya tarik bagi pembaca. Dengan kata lain, tulisan yang kita tulis seperti tulisan pada umumnya orang, tidak ada yang spesialnya.
Alasan malas menulis tidak dapat dipungkiri bahwa dibutuhkan keberanian untuk memulai dan mencoba menulis sendiri. Boleh mengikuti cara dan gaya penulis lain, tetapi bukan berarti harus sama seratus persen. Kita hanya belajar dan mengambil sebagian kecil saja dari cara penulis A, B, C dan D.
Tujuannya jelas, agar Anda pun bisa eksplorasi dalam menulis. Terlalu mengikuti gaya penulis lain justru membatasi kreativitas dan kepekaan Anda.
Kebanyakan Nanya, Praktek Tidak Ada
Sebenarnya alasan malas menulis akibat tulisan dibajak hanya sedikit kasus. Kasus kenapa malas menulis yang lain adalah kebanyakan pertanyaan. Pepatah “Malu bertanya, sesat di jalan” itu memang bagus. Bertanya itu sangat baik. Masalahnya adalah terlalu sering bertanya itulah yang menjadi alasan.
Ketika Anda gabung di grup penulis, pasti sudah tidak asing menemukan tipikal orang yang terlalu banyak bertanya secara berlebihan. Permasalahan lainnya jika bertanya tetapi disertai dengan praktek dan mencoba menulis, mungkin akan berbeda. Lah ini, praktek aja belum, sudah bertanya ini dan itu.
Saya punya kasus akan hal ini. Ketika saya mengikuti rapat redaksi di salah satu tabloid sekolah, di Yogyakarta. Ada anak yang selalu bertanya, bahkan banyak bertanya. Pertanyaannya bagus dan intelektual.
Awalnya saya optimis anak yang banyak bertanya ini adalah orang yang cerdas dan produktif menulis. Ternyata anggapan saya salah. Justru orang yang bertanya seperlunya lebih produktif dalam menulis. Sebaliknya, yang terlalu banyak bertanya, nyaris tidak ada karya yang dihasilkan.
Memang kasus ini tidak semua pukul rata sama. Setidaknya dari kasus itu sedikit menyentil kita agar tidak banyak bertanya tanpa praktek. Lebih baik dibanyakin praktek baru bertanya. Jangan terbalik, karena hasilnya akan beda.
Terlalu Terpaku Pada Teori
Alasan malas menulis yang selanjutnya karena terlalu terpaku pada teori. Teori menulis itu juga penting. Tetapi hemat saya, terutama bagi calon penulis pemula, berpaku pada teori kadang kurang efektif. Kembali lagi, ini tidak bisa dipukul rata. Karena setiap orang memiliki kemampuan berbeda-beda dalam menulis.
Bagi sebagian orang, berpaku pada teori itu justru menghambat eksplorasi dan mengikis keberanian untuk mencoba. Analogi sederhananya ketika pengendara motor A lewat daerah yang asing. Tanpa google map, hanya mengandalkan feeling dan mengandalkan matahari sebagai penunjuk arah. Maka si pengendara bebas masuk gang yang berdasarkan analisanya.
Si pengendara selalu salah mengambil jalan, sudah jelas. Memakan waktu lebih lama? Ya mungkin saja. Jika analisanya tepat, bisa juga lebih singkat. Karena ketidaktahuan inilah, si pengendara motor mencoba-coba jalan, dan justru dari coba-coba jalan, ia pun tahu jalan alternatif dan memperkaya kosakata jalur perjalanan.
Begitupun ketika menulis. Ketika menulis berdasarkan ideology, analisa dan pendapat sendiri, selama berani mencoba untuk menuliskannya. Maka akan menjadi sebuah tulisan. Mungkin saja bahasa tulisannya jelek?
Itu wajar, namannya latihan dan butuh jam terbang. Bagi saya, kunci menjadi seorang penulis, berani dulu menulis menggunakan gaya dan cara sendiri. Dari perjalanan, secara alamiah akan belajar dari kegagalan dan dari pengalaman. (Irukawa Elisa).
Baca artikel penting lainnya.