7 Cara Menulis Cerita Fiksi yang Menarik

cara menulis cerita fiksi yang menarik

Ada banyak jenis cerita yang ada di sekitar kita, beberapa merupakan cerita fiksi dan beberapa lagi merupakan cerita non fiksi. Banyak jenis karya fiksi jenis cerita yang banyak diminati atau disukai oleh publik, salah satunya cerita fiksi. Tapi kamu masih bingung bagaimana cara menulis cerita fiksi?

Jenis cerita ini tidak terikat oleh fakta di lapangan dan selalu variatif dan kreatif karena mengandalkan imajinasi dari pengarangnya. Tidak heran cerita jenis ini lebih diminati, sekaligus menjadi jenis tulisan yang memberi sarana rekreasi. 

Siapa saja kemudian bisa menulis cerita fiksi, berbeda dengan cerita non fiksi yang membutuhkan riset mendalam. Hanya mereka yang memiliki keahlian di bidang tertentu yang bisa menulis suatu topik. Sementara cerita fiksi bisa ditulis oleh siapa saja. Lalu, apa sebenarnya cerita fiksi itu? 

Apa Itu Cerita Fiksi? 

Cerita fiksi bersumber dari ata fiksi yang memiliki arti fantasi atau serupa dengan fantasi. Maka cerita fiksi adalah cerita yang dibuat berdasarkan daya imajinasi pengarang dimana di dalamnya hanya memuat hal-hal yang sifatnya tidak nyata atau hanya fantasi semata. 

Cerita jenis ini disebut juga dengan istilah cerita non ilmiah, dan merupakan lawan dari cerita ilmiah atau cerita non fiksi. Isinya yang berupa hasil imajinasi atau fantasi membuat isi cerita lebih kompleks, tema lebih beragam, dan penokohan yang lebih menarik. 

Jika cerita ilmiah menuntut penulisnya untuk melakukan riset mendalam untuk memastikan apa yang ditulis di dalamnya adalah fakta. Kemudian terikat juga dengan ketentuan kaidah bahasa, struktur penulisan, kewajiban mencantumkan kredit, dan sebagainya. 

Hal-hal seperti ini tidak dijumpai pada cerita fiksi atau cerita non ilmiah. Tema yang diangkat fleksibel, disesuaikan dengan keinginan penulis dan daya imajinasi serta kreativitasnya. Cerita fiksi ini kemudian hadir dalam banyak jenis misalnya novel, roman, dan lain sebagainya. 

Mau nulis buku biografi

SIfatnya yang tidak terikat bisa terlihat dari sejumlah cerita fiksi fenomenal dan dikenal luas oleh masyarakat bahkan dunia. Misalnya, cerita fiksi di dalam novel Twilight yang menceritakan kehidupan vampir dan manusia serigala. Kemudian ada Harry Potter yang menceritakan tentang adanya sekolah sihir di dunia fantasi. 

Masih banyak lagi contoh lain yang dikenal dunia. Cerita jenis ini juga banyak diminati masyarakat karena fantasi di dalamnya mendorong pembaca berimajinasi dengan sangat luas. Jika menyukai hal-hal yang sifatnya tidak nyata, maka cerita fiksi wajib untuk dinikmati. 

Struktur Cerita Fiksi

Cerita fiksi termasuk jenis karya sastra, dan memiliki struktur yang khas yang membuatnya berbeda dengan cerita non fiksi. Secara umum, berikut adalah struktur cerita fiksi yang harus diketahui sebelum mempelajari cara menulis cerita fiksi yang baik: 

1. Abstrak 

Cerita fiksi pada bagian pertama ada bagian abstrak. Abstrak sendiri adalah bagian dari cerita fiksi yang berisi cerita singkat yang merangkum keseluruhan isi cerita. Abstrak ini tidak berbeda jauh dengan abstrak pada artikel ilmiah. 

Hanya saja, pada artikel ilmiah ada beberapa struktur yang sifatnya pakem. Misalnya perlu menambahkan kata kunci pada bagian akhir abstrak. Kemudian, abstrak pada cerita fiksi bukanlah struktur wajib. 

Artinya setiap penulis bebas menentukan apakah tulisannya bisa dilengkapi dengan abstrak atau tidak. Jika memang ingin maka bisa dilengkapi, jika tidak karena mepet deadline atau alasan lainnya. Maka tidak perlu ditambahkan abstrak. Cerita fiksi tanpa abstrak pun masih disebut cerita fiksi yang siap dibaca siapa saja. 

2. Orientasi 

Bagian kedua dari seluruh struktur cerita fiksi adalah orientasi, yang juga dikenal sebagai bagian pembuka. Orientasi sendiri adalah bagian pada cerita fiksi yang menyampaikan pengenalan tokoh, menyampaikan tema, latar belakang cerita, dan lain sebagainya. 

Bagian ini disampaikan secara singkat, umumnya hanya berisi antara 1-2 paragraf saja. Namun bisa lebih, penulis tinggal menyesuaikan dengan kebutuhan saja. Sebab bagian pembuka kadang perlu dibuat singkat dan kadangkala perlu dibuat sebaliknya. 

3. Komplikasi atau Klimaks 

Bagian ketiga dari cerita non ilmiah atau fiksi adalah komplikasi yang juga disebut sebagai klimaks. Komplikasi atau klimaks adalah bagian yang mulai menceritakan permasalahan yang dialami oleh tokoh utama. 

Sebuah cerita tidak mungkin dibuat datar tanpa masalah. Jika ceritanya datar dan kondisinya baik-baik saja sejak awal tentunya menjemukan. Tidak ada pembaca yang rela menghabiskan waktunya yang berharga untuk membaca cerita tanpa klimaks. 

Maka penulis perlu menyampaikan klimaks ini setelah selesai menyampaikan orientasi. Bentuk masalah merupakan hasil imajinasi penulis, penulis bisa memberi masalah ringan bisa juga memberi masalah yang membuat air mata pembaca bercucuran. 

4. Evaluasi 

Struktur berikutnya adalah evaluasi. Evaluasi merupakan bagian dari cerita fiksi yang menjelaskan proses tokoh utama menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapinya. Misalnya mulai mengetahui penyebab masalah, siapa dalangnya, siapa saja yang bisa menolongnya, dan lain-lain. 

5. Resolusi 

Bagian berikutnya adalah resolusi, yaitu bagian dari cerita fiksi yang menjelaskan inti dari pemecahan masalah. Misalnya rencana yang disusun tokoh utama dalam menyelesaikan masalah dalam hidupnya. Dijelaskan detail disini. 

6. Koda atau Reorientasi 

Bagian akhir dari cerita fiksi adalah koda atau reorientasi. Merupakan bagian yang menceritakan amanat atau pesan moral dari cerita yang disusun. Bisa disampaikan secara tersirat maupun tersurat. 

Cara Menulis Cerita Fiksi

Setelah memahami apa itu cerita fiksi dan bagaimana strukturnya, maka bisa mencoba menulis cerita jenis ini. Membantu menulisnya dengan mudah dan menghasilkan cerita yang menarik untuk dibaca oleh siapa saja. Maka berikut berbagai cara menulis cerita fiksi yang perlu dicoba: 

1. Tentukan Genre

Cara atau langkah pertama dalam menulis cerita non ilmiah adalah menentukan genre dimana genre ini sangat beragam. Misalnya genre roman, kemudian ada novel, ada juga genre lainnya. Setiap genre mengusung tema atau topik yang khas. 

Idealnya, penulis perlu menyesuaikan dengan selera dan kemampuan yang dimiliki. Artinya, disesuaikan dengan tema mana yang dikuasai agar proses menulis bisa mengalir dengan mudah. Jangan tergiur menulis tema-tema yang menjadi tren. Sebab jika kurang menguasai bisa jadi satu judul tidak akan selesai-selesai. 

2. Tentukan Tema

Langkah selanjutnya adalah menentukan tema, tema ini adalah pokok bahasa atau pembahasan. Satu tema saja sudah cukup untuk membentuk alur cerita yang menarik dan bisa diceritakan dengan bahasa yang sesuai target baca. Contohnya, jika target baca anak muda maka memakai bahasa gaul yang non formal ideal dilakukan. 

Tema sendiri pilihannya sangat banyak, bisa disebut sebagai ide. Bisa berasal dari pengalaman pribadi, daya imajinasi pribadi, masalah orangtua, masalah teman, hasil curhat kakak kelas, dan lain-lain. Kemudian dikembangkan menjadi cerita yang menarik atau mengharu biru. 

3. Penentuan Tokoh dan Watak

Cerita fiksi membutuhkan satu tokoh utama dan kemudian dilengkapi dengan tokoh lainnya. Tokoh ini digambarkan yang memiliki konflik dan umumnya dibuat dengan karakter positif, seperti peri yang baik hati dan suka tertindas. 

Namun, penulis cerita fiksi lelasa menggambarkan tokoh utamanya dengan karakter seperti apa. Sebab cerita ini tidak diangkat dari karakter nyata yang ada di sekitar penulis atau dari seorang tokoh terkemuka. Maka tokoh dibuat sesuai keinginan penulis. 

Setelah karakter ditentukan, maka menuju ke unsur lainnya. Misalnya profesi tokoh utama dan tokoh lainnya apa? Kemudian, ada di kota mana? Beberapa cerita fiksi menampilkan tempat atau lokasi fantasi. Misalnya seperti Harry Potter tadi, namun penulis juga bisa menggunakan nama-nama kota yang dikenal dan ada di dunia nyata. 

Penentuan tokoh penting sekaligus jumlahnya untuk membantu membangun cerita sekaligus menjadi pembatas. Jadi penulis tidak keluar dari tema yang sudah ditentukan dan jalannya cerita tidak berputar-putar atau justru susah menemukan titik ujungnya (tamat). 

Baca juga Jenis Tokoh Berdasarkan Fungsi, Peran dan Watak

4. Alur Cerita Menarik

Cara membuat cerita fiksi selanjutnya adalah membuat alur cerita, alur cerita tidak hanya perlu dibuat sistematis urut dari masa lalu ke masa kini atau sebaliknya. Melainkan dibuat semenarik mungkin agar bisa sampai ke puncak cerita dengan baik atau bahkan dibuat penuh drama. 

Alur cerita ini perlu ditentukan sejak awal, dan bisa dibuat dalam bentuk kerangka tulisan. Sehingga kerangka ini bisa menjadi garis panduan penulis perlu menulis apa dulu, selanjutnya apa, dan bagaimana bagian akhirnya. Cerita pun bisa diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan rencana yang sudah disiapkan. 

5. Penentuan Judul

Jika alur cerita sudah dibuat maka bisa langsung menulis cerita atau terlebih dahulu membuat judul dulu. Namun, kebanyakan penulis memilih menulis cerita dulu baru setelah selesai. Baru beralih ke proses pembuatan judul. 

Hal ini sering dilakukan karena aktualnya banyak penulis yang jika membuat judul di awal justru jalan ceritanya tidak bisa mempresentasikan judul tersebut. Maka agar lebih mudah berkreasi, judul dibuat di akhir. 

Pembuatan judul pun sebaiknya tidak asal-asalan, dalam artian perlu dipastikan mempresentasikan isi cerita sekaligus menarik. Judul terdiri dari susunan kalimat pendek yang bisa dibuat lebih mencuri perhatian. Tidak sedikit cerita yang judulnya hanya berisi satu kata saja. Misalnya Twilight tadi. 

6. Penambahan Ilustrasi 

Jika diperlukan maka penulis dalam menyusun sebuah cerita fiksi bisa menambahkan ilustrasi. Cerita fiksi akan terasa lebih hidup dengan ilustrasi tersebut. Kebanyakan memakai ilustrasi berupa gambar seperti infografis. 

Namun, langkah ini memang butuh effort lebih karena selain perlu menyelesaikan tulisan. Juga perlu menyediakan ilustrasi yang menggambarkan isi tulisan tersebut. Misalnya si tokoh utama digambarkan menangis di atas pusara ayahnya dan menenggak racun bunuh diri. 

Maka penulis bisa membuat gambar serupa. Penambahan ilustrasi akan membuat cerita tampil lebih menarik. Apalagi jika berhadapan dengan target baca yang cenderung lebih suka melihat tampilan visual. 

7. Koreksi Ulang Tulisan

Tahap akhir dari proses menulis cerita fiksi adalah melakukan koreksi ulang terhadap tulisan tersebut. Proses ini dikenal juga dengan istilah self editing, yakni membaca ulang dan memperhatikan keseluruhan alur cerita maupun bentuk kalimat. 

Sehingga bisa diketahui sejak awal apakah alur ceritanya tidak pas, ada kalimat atau kata yang kurang, atau ada kata yang salah ketik, dan kesalahan lainnya. Jika sudah dilakukan dan menemukan kesalahan maka bisa langsung diperbaiki. 

Tujuannya agar menyempurnakan tulisan tersebut. Apabila dikirimkan ke media massa seperti majalah, maka kesempatan lolos tim redaksi cukup tinggi. Begitu pula jika tulisan tersebut berupa naskah buku fiksi. Maka bisa segera diterima oleh pihak penerbit, diproses, dan diterbitkan sesuai ketentuan yang ada. 

Ulasan di atas tentu bisa memberi pencerahan, bahwa menulis cerita non ilmiah atau fiksi tidaklah selalu susah. Ada banyak cara bisa dilakukan agar cerita jenis ini bisa disusun dengan baik dan diselesaikan dengan baik juga. Jadi, silahkan menerapkan cara-cara yang sudah dijelaskan (Penulis: Puji)

Baca juga artikel terkait lainnya dari Blog Penerbit Buku Bukunesia

MAU PANDUAN MENULIS BUKU FIKSI GRATIS?

Dapatkan secara gratis, ebook panduan menulis buku novel, buku biografi, buku fiksi dan non fiksi beserta dengan tipsnya di sini.