Karya Sastra Senandika: Pengertian, Ciri-Ciri dan Contoh

Karya Sastra Senandika
Senandika dianggap sebagai puisi karena bentuknya mirip. Namun, ada perbedaan antara senandika dan juga puisi. Berikut ciri dan bedanya.

Senandika atau solilokui termasuk di dalam salah satu bentuk karya sastra. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, senandika merupakan wacana dari seorang tokoh dalam karya susastra dengan dirinya sendiri di dalam drama yang digunakan untuk mengungkapkan firasat, perasaan, konflik batin yang paling dalam dari suatu tokoh, atau untuk menyajikan informasi yang diperlukan pembaca atau pendengar.

Senandika biasanya digunakan di dalam drama. Akan tetapi, senandika tidak lagi populer ketika drama bergeser aliran realisme di akhir abad ke-18. Namun saat ini, dengan adanya pembatasan anggaran di teater, senandika menjadi kembali populer.

Bahkan semakin hari, seperti saat ini, senandika mulai berkembang bukan hanya dalam bentuk monolog yang ada di dalam drama saja. Akan tetapi senandika juga hadir dalam bentuk tulisan, semacam buku antologi.

Sayangnya, karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai jenis karya sastra yang satu ini, masyarakat menjadi sering salah paham tentang senandika. Senandika justru kadang dianggap sebagai puisi karena bentuknya mirip. Namun sebenarnya, ada perbedaan antara senandika dan juga puisi.

Senandika merupakan jenis monolog, akan tetapi bukan sebuah aside. Monolog merupakan pidato di mana satu karakter membahas karakter lain, atau penonton, atau pidato yang diarahkan. Sedangkan aside adalah komentar oleh satu karakter kepada penonton, meskipun selama bermain itu mungkin terlihat karakter tersebut menyapa dirinya sendiri.

Singkatnya, senandika sama seperti seseorang yang sedang mengungkapkan isi hatinya, namun bahasanya lebih diindahkan dan dipermanis dengan pilihan kata yang menggugah perasaan pendengar.

Ciri-Ciri Senandika

Untuk membedakan senandika dengan karya sastra lain, terutama puisi yang bentuknya sama, berikut akan dijabarkan beberapa ciri-ciri senandika.

EBOOK SPESIAL UNTUK PENULIS FEBRUARI

1. Sudut Pandang Orang Pertama

Perlu diketahui, senandika selalu menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini karena senandika menyuguhkan pergulatan hati penulisnya. Penulis senandika tidak peduli dengan sumber manapun, baik dari diri sendiri maupun orang lain, tetapi tetap menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu áku’.

Hal ini kemudian membuat senandika seolah-olah membuat penulis tersebut menjadi tokoh utamanya, meski kenyataannya tidak selalu.

2. Bukan Tulisan Panjang

Ciri yang kedua, senandika tidak berupa tulisan yang panjang. Biasanya senandika hanya berisi sekitar 300-500 kata dalam satu judul. Tak hanya itu, paragrafnya juga tidak lebih dari lima paragraf, dengan jumlah kalimat dalam satu paragraf berkisar dari 3 sampai 5 kalimat saja. Ciri ini tidak terlepas dari bahasa yang tegas dan lugas yang digunakan dalam senandika.

3. Permainan Diksi

Seperti yang sudah diumpamakan sebelumnya, senandika layaknya orang yang mengungkapkan perasaan hatinya, namun dengan kata-kata yang indah. Oleh sebab itu senandika biasanya menggunakan pemilihan diksi yang indah dan juga terkesan berlebihan untuk memperindah kata.

Akan tetapi, senandika tidak harus menggunakan kata-kata puitis atau mengandalkan metafora. Beberapa juga menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam percakapan yang juga memiliki kekuatan diksi. Namun meski sama-sama menggunakan permainan dikso, senandika dan puisi tetap memiliki perbedaan.

4. Menyentuh Perasaan

Ciri yang paling khas dari senandika adalah isinya mampu menyentuh perasaan penikmatnya, baik pembaca maupun pendengar. Hal ini bahkan sudah dijelaskan dalam KBBI bahwa senandika merupakan bentuk sastra yang isinya sangat serius, yang mana berisi ungkapan hati jiwa manusia.

Karena keseriusan dan kesungguhannya dalam menyampaikan isi hati, yang dilengkapi dengan permainan diksi yang sudah disusun indah, sehingga senandika ini tentu akan lebih mudah menyentuh perasaan pembaca atau pendengarnya. Bukan hanya sekadar berisi kisah yang sedih saja, namun bisa berisi kisah bahagia yang mampu menyampaikan rasa kepada audiens.

Perbedaan Senandika dan Puisi

Jika dilihat dari pengertian dan juga bentuknya, senandika memang hampir serupa dengan puisi. Bahkan beberapa masyarakat kerap salah mengira bahwa senandika adalah puisi. Lalu apa perbedaannya?

Perbedaan yang paling mencolok dan utama adalah bahwa puisi merupakan barisan dari kalimat singkat yang terkadang memiliki makna tersembunyi dan tidak harus selalu mengacu pada struktur kalimat sempurna. Sementara itu, senandika menyuguhkan kalimat yang lebih mudah dimengerti dan juga jelas.

Contoh Senandika

Berikut beberapa contoh karya sastra senandika supaya bisa membedakan antara senandika dengan karya sastra lainnya.

1. Contoh Senandika Cinta

Sumber: buku ‘Terlanjur Penyair’ oleh Regi Winando yang berjudul Surga

Di saat aku menatapmu aku sudah tidak lagi penasaran dengan surga, sebab kala itu aku sedang merasakan keindahan. Di saat aku menciummu aku sudah tidak lagi penasaran dengan surga, sebab semua orang menghirup wangi surga.

Semua orang mengira jabatan adalah nikmat, semua orang mengira harta adalah nikmat, semua orang mengira ilmu adalah nikmat, semua orang mengira narkoba adalah nikmat. Mungkin mereka keliru, bagiku bisa memandangmu seluas mata memandang adalah nikmat berkepanjangan, bagiku bisa memilikimu dengan waktu panjang adalah nikmat berkepanjangan, bagiku bisa ber-tauhid denganmu adalah surga dari surga manapun.

2. Contoh Senandika Rindu

Waktu terus berjalan, sementara aku tetap termenung. Menanti janji kedatanganmu yang tak kunjung tiba, juga kabarmu yang tak pernah ada. Dalam lamunku, terkadang aku bingung, apakah kau benar berjanji atau hanya sekadar ingin ingkar namun sengaja pergi? 

Jelas aku sudah buta dalam mencintaimu. Kutunggu hari demi hari, waktu demi waktu, hingga besar rinduku terus memuncak. Sayangnya, hingga kini aku tak kunjung sadar akan kepergianmu.

Banyak orang memintaku berhenti menunggu. Namun semua itu kalah dengan rinduku. Doaku hanya ingin kau tepati janji tuk kembali. Tak peduli apa bentuknya dan bagaimana kenyataannya. Nyatanya, rinduku akan habis dengan kedatanganmu. Namun ku tetap berharap, semoga rinduku berbalas cumbu.

Baca juga artikel lain tentang Karya Fiksi

Cynthia Paramitha

MAU PANDUAN MENULIS BUKU FIKSI GRATIS?

Dapatkan secara gratis, ebook panduan menulis buku novel, buku biografi, buku fiksi dan non fiksi beserta dengan tipsnya di sini.

Panduan Menulis
EBOOK GRATIS
Artrikel Terkait